Minggu, 22 Juni 2014

Manfaat Suplemen atau Antioksidan: Fakta atau Fiksi?

Peranan suplemen antioksidan masih tetap kontroversial sampai saat ini. Boleh dikatakan, belum ada rilis hasil penelitian tentang manfaat antioksidan bagi pen-derita penyakit jantung koroner dalam jurnal-jurnal terbaru beberapa tahun belakangan ini - sebagai hasil penelitian klinis mutakhir yang bisa dianggap konklusif. Manfaat antioksidan masih tetap kontroversial dan memerlukan penelitian lebih lanjut dengan disain penelitian yang lebih scrutinized dan analisis yang lebih kritis.Tidak ada isu lain di bidang terapi kardiovaskuler yang lebih kontroversial saat ini, melainkan isu ten-tang peranan antioksidan itu. Seorang pejabat FDA menyebutkan bahwa efektivitas antioksidan dalam pengobatan penyakit jantung memang masih tetapbelum konklusif, walau pun sudah banyak penelitian yang dilakukan. Sebagian penelitian itu memang sudah menunjukkan hasil yang positif, tapi sebagian lagi masih tetap menjadi bahan perdebatan yang panjang. Maka pertanyaan, “perlukah suplemen antioksidan diberikan secara rutin pada pasien dengan kelainan koroner karena manfaatnya dan keamanannya?”,belum bisa dijawab dengan pasti dan masih tetap Walau pun berbagai penelitian epidemiologismenunjukkan bahwa suplemen antioksidan mempunyai hubungan yang signifikan dengan rendahnyakejadian koroner, tetapi penelitian double-blindrandomized placebo controlled clinical trial tidak mendukung hipotesis itu secara signifikan. Para reviewer mengakui bahwa memang tidak mudah melakukan penelitian tentang suplemen antioksidan yang bersifatjangka panjang, karena begitu banyak variabel yang dikandungnya, sehingga tentu saja sangat sulit untuk mengendalikannya. Dengan hati-hati mereka akhirnya selalu menyimpulkan, perlunya dilakukan penelitian lebih lanjut!

 
Sebagian besar penelitian klinis menunjukkan bahwa pemberian suplemen antioksidan tidak menurunkan angka kejadian koroner yang signifikan.CARET Study1 atau pun ATBC Study2 misalnya, justru menunjukkan angka mortalitas kardiovaskuler yang lebih tinggi pada kelompok beta-karoten dibandingkan dengan plasebo. Tetapi pada umumnya semua penelitian itu sepakat bahwa pemberian suplemen antioksidan seperti vitamin E, vitamin C, atau beta-karoten dalam jangka panjang memang cukup aman dan tidak menimbulkan efek samping. Hanya penelitian ATBC Cancer Prevention Study3 melaporkan adanya peningkatan insiden kanker paru pada pasien perokok berusia 50-69 tahun yang mendapatkan suplemen vitamin E dan beta karoten dibandingkan plasebo. Walau pun demikian, beberapa analis mengingatkan kemungkinan bias yang signifikan karena faktor usia tua, faktor rokok, dan sulitnya mendeteksi ada-tidaknya benih kanker awal sebelum penelitian dimulai. Devaraj dkk4 melaporkan bahwa pemberian suplemen vitamin E dapat menurunkan stres oksidatif secara signifikan dan aman diberikan dalam jangka panjang, tetapi ternyata tidak meregresi aterosklerosis karotis. Flores-Mateo dkk5 menyimpulkan adanya asosiasi terbalik (inverse association) secara signifikan antara kadar antioksidan dengan insiden kardiovaskuler dari meta-analisis yang mereka lakukan. Kang dkk melaporkan bahwa suplemen antioksidan tidak dapat menghambat kemunduran kognitif pada kelompok perempuan yang sudah mengidap kelainan kardiovaskuler, tetapi secara signifikan dapat menghambatnya pada kelompok pasien yang sebelumnya normal tidak mengidap kelainan kardiovaskuler.

Ditinjau dari aspek biologi molekuler, proses aterosklerosis koroner diawali oleh fenomena stresoksidatif yang berkepanjangan di dalam sel. Stres oksidatif disebabkan oleh terganggunya keseimbangan antara radikal bebas oksigen sebagai produk antara dalam metabolisme normal sel yang bersifat prooksidatif dengan enzim dan kofaktor yang bersifat anti-oksidatif. Sistem antioksidan tubuh berfungsi melindungi sel-sel jaringan dari efek negatif radikal bebas oksigen itu. Antioksidan bertindak mencegah pembentukan radikal bebas oksigen, atau menangkap radikal bebas oksigen yang sudah ada, menetralisirnya dan mencegah terjadinya reaksi berantai yang bisa merusak membran sel atau pun membran nukleus.Yang menarik, dalam proses reaksi biokimiawi itu, kofaktor vitamin yang semula bersifat anti-oksidatif bisa berubah menjadi pro-oksidatif, sebelum akhirnya dinetralisir lagi oleh molekul lain menjadi molekul yang bersifat anti-oksidatif kembali. Enzim utama yang bersifat anti-oksidatif yang adadalam tubuh ialah superoksid dismutase, glutationperoksidase dan katalase. Antioksidan ini dikenal sebagai antioksidan primer, karena berfungsi mencegah pembentukan radikal bebas. Kofaktor yang bersifat anti-oksidatif - ada yang bisa larut dalam air, seperti vitamin C, sistein, dan sebagainya - ada pula yang bisa larut dalam lemak, seperti vitamin E, beta karoten, Co-Q10, flavonoid, dan lain-lain. Kofaktor antioksidatif ini disebut sebagai antioksidan sekunder, karena berfungsi menangkap radikal bebas oksigen yang sudah ada dan menetralisirnya. Ada pula antioksidan yang disebut sebagai metal binding proteins, seperti albumin, seruloplasmin, ferritin, dan sebagainya.
Memang harus diakui, dalam translational research membuktikan aspek biologi molekuler dari keseimbangan prooksidatif dan anti-oksidatif seperti itu dengan penelitian klinis sangat tidak mudah pelaksanaannya, karena keterbatasan disain, klasifikasi pasien dan kompleksitas variabel-variabel yang ada. Pemberian suplemen antioksidan pada pasien-pasien dengan kelainan kardiovaskuler memang membutuhkan analisis dan pertimbangan yang akurat. Dan pertimbangan yang paling utama adalah menentukan dosis yang tepat yang dibutuhkan oleh pasien. Pemeriksaan kadar antioksidan dan kadar radikal bebas oksigen yang terbentuk dalam darah sebelumnya dalam hal ini perlu dilakukan. Sebab bagaimana pun kita tahu, dari aspek molekuler bahwa suatu vitamin – sebagai kofaktor amat dibutuhkan oleh sel dalam kadar yang pas untuk mengaktifasi enzim sebagai katalisator dalam metabolisme sel yang optimal, disamping harus diingat bahwa kofaktor vitamin tidak hanya bersifat anti-oksidatif, tetapi juga bisa berubah menjadi prooksidatif dalam siklus metabolisme sel itu. Keseimbangan antara karakter anti-oksidatif dan prooksidatif suatu vitamin memang bersifat dinamis. Maka dalam kontroversi pemakaian suplemen antioksidan seperti ini, bagaimanakah sikap kita sebaiknya?Apa yang mesti kita sampaikan kepada pasien-pasien kita mengenai hal ini? Menggunakan suplemen antioksidan tanpa pertimbangan teliti terhadap aspek prooksidatifnya tentu keliru, tetapi menolak pemberian suplemen ini sama sekali, juga bukan tindakan yang bijaksana untuk kemaslahatan pasien.

Sabtu, 21 Juni 2014

Hiperurisemia Pada Pra Diabetes

1. Asam Urat

Asam urat (AU) merupakan produk akhir dari katabolisme adenin dan guanin yang berasal dari pemecahan 
nukleotida purin. Urat dihasilkan oleh sel yang mengandung xanthine oxidase, terutama hepar dan usus kecil. 
Hiperurisemia adalah keadaan kadar asam urat dalam darah lebih dari 7,0 mg/dL.Pra diabetes adalah subjek yang mempunyai kadar glukosa plasma meningkat akan tetapi peningkatannya masih belum mencapai nilai minimal untuk kriteria diagnosis diabetes melitus (DM). Glukosa darah puasa terganggu merupakan keadaan dimana peningkatan kadar FPG≥100 mg/dL dan <126 mg/dL. Toleransi glukosa terganggu merupakan peningkatan glukosa plasma 2 jam setelah pembebanan 75 gram glukosa oral (≥140 mg/dL dan <200mg/dL) dengan FPG <126 mg/dL.Insulin juga berperan dalam meningkatkan reabsorpsi asam urat di tubuli proksimal ginjal. Sehingga pada keadaan hiperinsulinemia pada pra diabetes terjadi peningkatan reabsorpsi yang akan menyebabkan hiperurisemia. Transporter urat yang berada di membran apikal tubuli renal dikenal sebagai URAT-1 berperan dalam reabsorbsi urat.

2. Hiperurisemia
Hiperurisemia didefinisikan sebagai kadar AU serum lebih dari 7 mg/dL pada laki-laki dan lebih dari 6 mg/dL pada wanita. Hiperurisemia yang lama dapat merusak sendi, jaringan lunak dan ginjal. Hiperurisemia bisa juga tidak menampakkan gejala klinis/ asimptomatis. Dua pertiga dari hiperurisemia tidak menampakkan gejala klinis. Hiperurisemia terjadi akibat peningkatan produksi asam urat atau penurunan ekskresi atau 
sering merupakan kombinasi keduanya. Hiperurisemia akibat peningkatan produksi hanya sebagian kecil dari pasien dengan hiperurisemia itupun biasanya disebabkan oleh diet tinggi purin (eksogen) ataupun proses endogen (pemecahan asam nukleat yang berlebihan).

Pra Diabetes 

1. Definisi 
American Diabetes Association (ADA) mendefinisikan pra diabetes sebagai keadaan dimana subjek dengan toleransi glukosa terganggu (TGT) dan atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT). Kepustakaan lain menyebutkan pra diabetes merupakan keadaan dimana subjek mempunyai kadar glukosa plasma meningkat tetapi peningkatannya masih belum mencapai nilai minimum untuk kriteria diabetes melitus. Glukosa darah puasa terganggu merupakan keadaan dimana terjadi peningkatan kadar glukosa plasma puasa/ fasting plasma glucose (FPG). Toleransi glukosa terganggu merupakan keadaan dengan glukosa plasma 2 jam setelah pembebanan 75 Gram glukosa oral ≥140 mg/dL dan <200mg/dL dengan kadar FPG <126 mg/dL.

2. Etiologi dan Faktor Risiko 
Predisposisi genetik berperan besar terhadap kemungkinan seseorang menderita diabetes atau tidak di kemudian hari. Resistensi insulin dan peningkatan kerusakan sel beta pankreas mengakibatkan peningkatan kadar glukosa plasma walaupun dalam rentang non diabetes yang juga meningkatkan risiko komplikasi mikrovaskular dan kardiovaskular. Resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin memegang peran penting terhadap risiko kardiovaskular pada penderita pra diabetes. Skrining populasi untuk pra diabetes 
diperlukan bila mempunyai faktor risiko antara lain. 
1. Usia lebih dari 45 tahun 
2. Overweight (BMI ≥25 kg/m2) 
3. Riwayat keluarga menderita DM 
4. Kebiasaan kurang gerak 
5. Riwayat pernah mengalami GDPT dan atau TGT 
6. Riwayat melahirkan bayi >4 kg 
7. Hipertensi 
8. Kolesterol HDL ≤35 mg/dL dan atau kadar trigliserida ≥250 mg/dL 

Penelitian Da Qing di komunitas Cina dengan TGT melaporkan insidensi menjadi diabetes melitus menurun 30-40 % dengan intervensi olah raga dan diet selama 6 tahun masa pemantauan. The Diabetes Prevention Program USA melaporkan diet intensif dan olah raga menurunkan insidensi diabetes sebanyak 58% diantara 1.079 subjek dengan TGT yg dipantau selama 2,8 tahun dibandingkan dengan kontrol yang tidak diintervensi. Penelitian di India melaporkan penurunan 28% insidensi diabetes melitus pada 133 subjek yang dipantau selama 30 bulan dengan intervensi olahraga dibandingkan dengan kontrol tanpa intervensi.

3. Hiperurisemia pada Pra Diabetes 
Hiperurisemia merupakan salah satu kelainan metabolik yang berhubungan dengan hiperinsulinemia yang terjadi pada pra diabetes. Penelitian Meera dkk, tahun 2011 melaporkan hubungan hiperurisemia dengan TGT diperantarai oleh mekanisme hiperinsulinemia dan resistensi insulin. Resistensi insulin, hipoksia dan kematian sel dapat mengiduksi perubahan xanthine dengan bantuan air dan oksigen akan berubah menjadi asam urat yang menghasilkan peroksida. Peroksida merupakan oksigen radikal bebas yang akan memengaruhi keseimbangan nitric oxide (NO) yang berperan menjaga keseimbangan tonus vaskular. Beberapa penelitian melaporkan hiperurisemia berhubungan dengan stress oksidatif yang terjadi pada sindrom metabolik. Insulin juga berperan dalam meningkatkan reabsorpsi asam urat di tubuli proksimal ginjal. Sehingga pada keadaan hiperinsulinemia pada pra diabetes terjadi peningkatan reabsorpsi yang akan menyebabkan hiperurisemia. Transporter urat yang berada di membran apikal tubuli renal dikenal sebagai URAT1 berperan dalam reabsorpsi urat. Glucose transporter-9 (GLUT-9) diduga kerjanya dipengaruhi oleh insulin yang berperan dalam transpor asam urat di membran apikal proksimal tubuli ginjal.

7. Diagnosis 
Abnormalitas metabolime glukosa hanya dapat diketahui setelah pemeriksaan kadar glukosa plasma puasa dan setelah pembebanan 75 Gram glukosa oral. Selama masa asiptomatik ini abnormalitas metabolisme glukosa dapat diketahui setelah puasa semalam selama 8-12 jam untuk memeriksa kadar glukosa plasma puasa dan 2 jam setelah TTGO. Tes toleransi glukosa terganggu merupakan cara yang paling akurat membedakan seseorang berada pada tahap pra diabetes atau sudah terdiagnosis diabetes. Glukosa darah puasa terganggu merupakan keadaan dimana terhadi peningkatan kadar FPG≥100 mg/d L dan <126 mg/dL. Toleransi glukosa terganggu merupakan peningkatan glukosa plasma 2 jam setelah pembebanan 75 gram 
glukosa oral (≥140 mg/dL dan <200mg/dL) dengan FPG <126 mg/dL.

Malnutrisi

1. Definisi Malnutrisi

Malnutrisi merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada masa anak. Malnutrisi dapat diakibatkan dari masukan makanan yang tidak sesuai atau tidak cukup atau dapat diakibatkan dari penyerapan makanan yang tidak cukup. Penyediaan makanan yang tidak cukup, kebiasan diet jelek, mengikuti mode makanan, dan faktor-faktor emosi dapat membatasi masukan. Kelainan metabolik tertentu dapat juga menyebabkan malnutrisi. Kebutuhan nutrien pokok dapat bertambah selama stres dan sakit serta selama pemberian antibiotik atau obat-obat katabolik atau anabolik. malnutrisi dapat akut atau kronik, reversibel atau tidak.
Gangguan nutrisi yang paling akut adalah gangguan yang melibatkan air dan elektrolit, terutama ion natrium, kalium, klorida dan hidrogen. Malnutrisi kronik biasanya melibatkan defisit lebih daripada satu nutrien.

2. Jenis-Jenis Malnutrisi

MARASMUS


Marasmus merupakan malnutrisi berat pada bayi sering ada di daerah dengan makanan tidak cukup, informasi teknik pemberian makan yang tidak cukup atau higiene jelek. Sinonim marasmus diterapkan pada pola penyakit klinis yang menekankan satu atau lebih tanda defisiensi protein dan kalori.


  • Etiologi. Gambaran klinik marasmus berasal dari masukan kalori yang tidak cukup karena diet yang tidak cukup, karena kebiasaan makan yang tidak tepat seperti mereka yang hubungan orang tua-anak terganggu, atau karena kelainan metabolik atau malformasi kongenital, selain itu penyebab marasmus lainnya adalah pemberian makanan tambahan yang tidak terpelihara kebersihannya, susu buatan yang terlalu encer dan jumlahnya sedikit sehingga kandungan protein dan kalori sangat rendah, ketidaktepatan waktu pemberian ASI. Selain itu faktor kemiskinan dan lingkungan yang kurang sehat dapat menyebabkan terjadinya infeksi yang menyebabkan anak kehilangan cairan dan juga faktor sosial yang beranggapan adanya pantangan untuk menggunakan bahan makanan tertentu.
  • Gejala Klinis. Tanda-tanda seorang anak dikatakan marasmus apabila sang anak tampak sangat kurus, karena kehilangan turgor pada kulit sehingga menjadi berkerut dan loggar karena lemak subkutan hilang. Karena lemak terakhir hilang dari bantalan pengisap pipi, muka bayi dapat tetap tampak relatif normal selama beberapa waktu sebelum menjadi menyusut dan berkeriput seperti wajah orang tua. Gejala lainnya yaitu anak menjadi rewel, perut cekung dan iga gambang, tekanan darah, detak jantung dan pernapasan berkurang, terjadi atrofi otot, dengan akibat hipotoni. Bayi biasanya konstipasi, tetapi dapat muncul yang disebut diare tipe kelaparan, dengan buang air besar sering, tinja berisi mukus, dan sedikit.

MALNUTRISI ENERGI PROTEIN (KWASHIORKOR)




Kwashiorkor merupakan sindrom klinis akibat dari defisiensi protein berat dan masukan kalori tidak cukup. Dari kekurangan masukan atau dari kehilangan yang berlebihan atau kenaikan angka metabolik yang disebabkan oleh infeksi kronik, akibat defisiensi vitamin dan mineral dapat turut menimbulkan tanda-tanda dan gejala-gejala tersebut.



  • Etiologi. Malnutrisi protein disebabkan karena masukan kalori tidak cukup bernilai biologis baik, artinya diet tersebut mengandung cukup energi, tetapi kurang protein. Dapat juga karena penyerapan protein terganggu, seperti pada keadaan diare kronik, kehilangan protein abnormal pada proteinuria (nefrosis), infeksi, perdarahan atau luka bakar, dan gagal mensintesis protein, seperti pada penyakit hati kronik.
  • Gejala Klinis. Gejala atau tanda-tanda yang ditimbulkan dari kwashiorkor yaitu terjadinya pitting edema yaitu jika ditekan sulit kembali seperti semula yang terjadi di seluruh tubuh terutama kaki, tangan/anggota badan lain, wajah membulat dan sembab seperti moon face, pandangan mata sayu, rambut tipis kemerahan seperti rambut jagung dan mudah dicabut, terjadi perubahan status mental seperti cengeng dan rewel, otot mengecil, terjadi kelainan kulit beruba bercak merah (dermatitis), diare, anemia, terdapat pembesaran hati (hepatomegali).

3. Dampak Malnutrisi
  • Hipotermi (mudah kedinginan)
  • Mudah terinfeksi karena sistem imun yang menurun
  • Hipoglikemi yaitu kadar gula darah menjadi rendah
  • Stunting (postur tubuh kecil dan pendek)
  • Apatis, penurunan skor tes IQ

4. Pemeriksaan Malnutrisi

Anamnesis
  • Diet yang lazim sebelum sakit
  • Riwayat pemberian ASI
  • Pangan dan cairan yang disantap beberapa hari sebelum sakit
  • Riwayat pencekungan mata
  • Lama dan frekuensi muntah/diare, tampilan muntahan dan tinja cair
  • Saat terakhir berkemih
  • Riwayat kematian saudara kandung
  • Berat badan lahir, riwayat perkembangan fisik
  • Riwayat imunisasi
Pemeriksaan Fisik
  • Berat dan panjang/tinggi badan
  • Edema
  • Pembesaran dan nyeri hati, jaundice
  • Ketegangan perut dan suara usus
  • Tanda kolaps sirkulasi, tangan/kaki dingin, denyut nadi radial lemah dan kesadaran menurun
  • Suhu tubuh mengalami hipotermi
  • Di mata terdapat lesi kornea
  • THT untuk mengetahui tanda infeksi
  • Kulit untuk melihat infeksi/purpura
  • Frekuensi dan jenis pernapasan untuk mengetahui tanda pneumoni atau gagal jantung
  • Tampilan tinja

5. Penatalaksanaan Malnutrisi
  • Mencegah dan mengatasi hipoglikemia dan menambahkan antibiotika spektrum luas untuk mengobati infeksi
  • Mencegah hipotermia
  • Mengatasi dan mencegah dehidrasi dengan pemberian cairan infus yaitu larutan garam khusus Resomal (Rehydration Solution for Malnutrition)
  • Mengoreksi gangguan keseimbangan elektrolit
  • Mengoreksi defisiensi nutrien mikro
  • Menyarankan pasien untuk mengonsumsi susu rendah laktosa, tetapi tinggi protein, seperti susu kedelai yang bertujuan untuk mengatasi kekurangan protein
  • Untuk malnutrisi energi protein berat maka harus dirawat di rumah sakit